Jogjakarta, radarnsional.net Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia membuka secara resmi, Pertemuan Tingkat Menteri Hukum negara- negara ASEAN ( 9th SOMMLAT & 6th AGs/ Ministers Meeting on MLAT ) Selasa, 23 april 2019, Royal Ambarrukmo Hotel, yogyakarta.
Menkumham RI, Prof.Dr.Yasonna H Laoly, kepada Pers mengatakan, acara ini merupakan langkah peningkatan kerjasama antar negara- negara ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional melalui mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal Matters ( MLA) atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang sudah ada sejak tahun 2004.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat membuat kejahatan transnasional tumbuh dengan cepat dalam berbagai bentuk masalah, ini bukan masalah mudah bagi sebuah negara untuk memberantasnya, namun diperlukan komitmen yang sama dari penegak hukum pada tingkat regional maupun global, ungkap Yasonna.
Bagi Indonesia adanya Perjanjian MLA diantara negara- negara ASEAN ini merupakan Platform yang sangat penting dan telah digunakan sebagai dasar hukum dalam memperoleh bantuan dari negara-negara ASEAN.
Perjanjian kerjasama ini mencerminkan komitmen para penegak hukum ASEAN untuk bekerjasama melalui bantuan hukum timbal balik, hal ini akan meningkatkan keterlibatan ASEAN Central Authorities ( Otoritas Pusat ASEAN ) dalam proses penanganan kerjasama hukum lintas batas negara, tegas Menkumhan RI.
Kegiatan ini akan berlangsung sampai tanggal 25 april 2019. Diawali acara Pembukaan SOMMLAT ke 9, dilanjutkan kegiatan meeting delegasi dari negara-negara ASEAN, dan hari terakhir akan diadakan joint statemen Menteri Hukum dan HAM bersama Menkopolhukam. Hasil dari pertemuan ini akan dilaporkan pada KTT ASEAN di Bangkok bulan juni 2019,yad.
Sementara itu, Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Cahyo Muzhar, mangatakan, pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari ASEAN Senior Law Officials Meeting ( ASLOM) ke 18, dan pertemuan ASEAN Law Ministers Meeting ( ALAWMM) ke 10 di Vientiane, Laos, oktober 2018 lalu.
Perjanjian timbal balik ini harus memiliki efektifitas baru dalam kerjasama Peradilan dan penyediaan fasilitas serta prosedurnya, sebaga cara untuk mengatasi tantangan yang timbul dari berbagai perbedaan sistim hukum" pungkas 'Cahayo Muzhar.(ypt)
0 Komentar